MAKALAH PENDIDIKAN NASIONAL
UNDANG-UNDANG RI NO.20 TAHUN 2013 TENTANG SISDIKNAS
PEMBAHASAN BAB V ( PESERTA DIDIK ) & BAB VI ( JALUR, JENJANG, DAN
JENIS PENDIDIKAN )
DI SUSUN OLEH:
Arum megawati
( 13110244013)
Oriza zativa ( 13110244015)
Septia fatmawati ( 13110244017)
Windy widya pangestika
( 13110244019)
Afini fitrianigrum
( 13110244021)
FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN
JURUSAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pendidikan adalah suatu hal yang harus
dipenuhi untuk dapat meningkatkan kualitas hidup agar dan memberikan
pengetahuan agar mempunyai pemikiran-pemikiran yang matang. Pendidikan sangat
di butuhkan oleh semua orang karena pendidikan merupakan landasan yang paling
penting. Dengan pendidikan kita dapat mengethui berbagai hal dan dengan
pendidikan juga kita dapt bersaing dengan dunia luar atau luar negeri.
Dengan pendidikan juga kita dapat ikut
memajukan kesejahteraan bangsa selain itu tentunya kita dapat menjadi penerus
bangsa yang berkualitas dan memajukan indonesia menjadi negara yang luar biasa
yang bisa bersaing dengan negara lain yang paling terpenting indonesia menjadi
negara yang maju.
Maka dari itu pendidikan nasional harus
menjamin pemerataan kesempatan prndidikan, peningkatan mutu dan efisiensi
manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan baik lokal, nasional dan
global.
Undang- undang Nomor 20 TH 2003 Tentang sitem
pendidikan nasional di jadikan sebagai acuan atau aturan-aturan untuk mengatur
jalanya pendidikan itu sendiri agar pendidikan benar-benar berjalan dan tidak
ada penyimpangan- penyimpangan di kemudian hari.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
isi dan penjelasan dari UU NO 20 TAHUN 2003 tentang SISDIKNAS BAB V ( PESERTA
DIDIK) ?
2.
Bagaimana
isi dan penjelasan dari UU NO 20 TAHUN 2003 tentang SISDIKNAS BAB VI ( JALUR,
JENJANG DAN JENIS PENDIDIKAN ) ?
C. TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui isi dari UU NO.20 TH 2003 tentang SISDIKNAS BAB V ( PESERTA DIDIK )
2.
Untuk
mengetahui isi dari UU NO.20 TH 2003 tentang SISDIKNAS BAB VI ( JALUR, JENJANG
DAN JENIS PENDIDIKAN ) ?
BAB II
PEMBAHASAN
BAB V
PESERTA DIDIK
Pasal 12
1.
Setiap peserta didik pada satuan pendidikan
berhak:
a.
Mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh
pendidikan yang seagama.
b.
Mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat,minat, dan kemampuanya.
c.
Mendapatkan
beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya.
d.
Mendapatkan
biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayainya.
e.
Pindah
ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara.
f.
Menyelesaikan
program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak
menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
Penjelasan: Bahwa pada pasal 12 ayat satu membahas
tentang hak peserta didik di mulai dari hak seorang peserta didik memperoleh
pendidikan yang sesuai dengan aturan-aturan di mulai dari biaya sampai
ketentuan batas waktu peserta didik artinya batasan- batasa waktu yang harus di
tempuh oleh peserta didik dalam menempuh pendidikanya.
2. Setiap
peserta didik berkewajiban:
a.
Menjaga
norma- norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan
pendidikan.
b.
Ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang
dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Penjelasan:
bahwa dalam pasal 12 ayat dua membahas tentang kewajiaban perserta didik yaitu
untuk turut serta menjaga norma-norma pendidikan agar pendidikan dapat berjalan
dengan lancar. Serta untuk memenuhi kewajibanya untuk menanggung biaya
pendidikan. Terkecuali untuk peserta didik yang di bebaskan untuk menanggung
biaya pendidikan.
3.
Warga
negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penjelasan: Bahwa
dalam pasal 12 ayat tiga menjelasakan di dalam pendidikan di indonesia tidak
hanya warga negara indonesia saja yang boleh mengenyam pendidikan tetapi juag
warga asing di perbolehkan untuk melanjutkan pendidikanya di indionesia tetapi
sesuai dengan peraturan per undang-undang yang berlaku.
4.
Ketentuan
mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2) dan ayat (3) di atur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB VI
JALUR, JENJANG DAN JENEIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
1.
Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan
formal, non formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkarya.
Penjelasan:
bahwa dalam Bab VI pasal 13 Ayat 1
menjelaskan tentang jalur pendidikan yang terdiri dari pendidikan formal, non
formal dan informal. Pendidikan formal contohnya sekolah-sekolah, sedangkan
pendidikan non formal yaitu pendidikan dalam lingkungan masyarakat seperti
LPK,KURSU,BIMBEL DLL. Pendidkan informal yaitu pendidikan yang diberikan di
dalam lingkungan keluarga.
2.
Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka
melalui tatap muka dan/ jarak jauh.
Penjelasan: bahwa dalam pasal 13 ayat 2 menjelaskan
tentang cara penyelenggaraan pendidikan dengan tatap muka di maksudkan yaitu
dengan pengajaran secara langsung tidak ada jarak antara murid dengan guru.
Sedangakan jarak jauh semisal dengan metode e-learning dengan menggunakan
jaringan internet tanpa harus bertatap muka secara langsung.
Pasal
14
Jenjang
pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan penddidikan
tinggi.
Penjelasan: bahwa
dalam bab VI pasal 14 menjelaskan tentang jenjang pendidikan formal yaitu dari
pendidikan dasar seperti PAUD dan SD. Sedangakan pendidikan menengah seperti
SMP,MTS dan SMA. Sedangkan dalam pendidikan Tinggi seperti UNIVERSITAS, SEKOLAH
TINGGI, PERGURUAN TINGGI, INSTITUT, POLITEKNIK, DAN AKADEMI.
PASAL
15
Jenis
pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, profesi, vokasi, keagamaan dan
khusus
Penjelasan: bahwa
dalam bab VI pasal 15 menjelaskan tentang jenis pendidkan mencakup pendidikan
umum seperti SD,SMP DAN SMA. Sedangkan pendidikan kejuruan yaitu SMK. Sedangkan
untuk profesi yaitu pendidkan lanjutan setelah sarjana biasanya untuk menekuni
suatu profesi tertentu. Untuk pendidikan
vokasi yaitu pendidikan tinggi dengan memberikan keahlian tertentu batas
pendidikanya stata satu dan diploma 4. Untuk pendidikan keagamaan yaitu pendidikan
yang dimsukna dalam kurikulum agar peserta didik dapat mengamalkan nilai-nilai
agama sesuai dengan dasar negara indonesia yaitu pancasila. Untuk pendidikan
jalur khusus seperti anak- anak yang berkebutuhan khusus seperti anak autis dan
anak-anak yang memiliki rata-rata di atas normal.
Pasal
16
Jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudakan dalam bentuk satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/ atau masyarakat.
Bagian
Kedua
Pendididkan
Dasar
Pasal
17
1.
Pendidikan
dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
2.
Pendidikan
dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah yang menengah pertama (SMP) dan madrasah
tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
3.
Ketentuan
mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan :
Pendidikan dasar
adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang
pendidikan menengah, yang diselenggarakan pada satuan pendidikan berbentuk
Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta
menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang
berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain
yang sederajat. Sekolah Dasar, yang selanjutnya disingkat SD, adalah salah satu
bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada
jenjang pendidikan dasar. Madrasah Ibtidaiyah, yang selanjutnya disingkat MI,
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama
yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang
pendidikan dasar. Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya disingkat SMP,
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI,
atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui
sama atau setara SD atau MI. Madrasah Tsanawiyah, yang selanjutnya disingkat
MTs, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri
Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada
jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang
sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau
MI.
Bagian
Ketiga
Pendidikan
Menengah
Pasal
18
1.
Pendidikan
menengah merupakan lanjutan dari pendidikan dasar.
2.
Pendidikan
menengah terdiri atas pendidikan menengah umun dan pendidikan menengah
kejuruan.
3.
Pendidikan
menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA) , sekolah
menengah kejuruan(SMK), madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat.
4.
Ketentuan
mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan :
Pendidikan menengah
adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan
pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah
Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan atau bentuk lain yang
sederajat. Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat SMA, adalah salah
satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada
jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain
yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara
SMP atau MTs.
Madrasah Aliyah,
yang selanjutnya disingkat MA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan
kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari
SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang
diakui sama atau setara SMP atau MTs.
Sekolah Menengah
Kejuruan, yang selanjutnya disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang
pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang
sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP
atau MTs.
Madrasah Aliyah
Kejuruan, yang selanjutnya disingkat MAK, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan
kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai
lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari
hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
Bagian
Keempat
Pendidikan
Tinggi
Pasal
19
1.
Pendidikan
tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup
program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
2.
Pendidikan
tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Pasal 20
1.
Perguruan
tinggi dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau
universitas.
2.
Perguruan
tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat.
3.
Perguruan
tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
4.
Ketentuan
mengenai perguruab tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan :
Pendidikan tinggi
adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal setelah pendidikan
menengah yang dapat berupa program pendidikan diploma, sarjana, magister,
spesialis, dan doktor, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Akademi
adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam 1 (satu)
cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni
tertentu.
Politeknik adalah
perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam sejumlah bidang
pengetahuan khusus.
Sekolah tinggi
adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau
vokasi dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu dan jika memenuhi syarat dapat
menyelenggarakan pendidikan profesi.
Institut adalah
perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan
vokasi dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan
jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.
Universitas adalah
perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan
vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika
memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.
Pasal
21
(1)
Perguruan
tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak
menyelenggarakan pendidikan tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi,
atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakan.
(2)
Perseorangan,
organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang
memberikan gelar akademik, profesi dan vokasi.
(3)
Gelar
akademik, profesi, atau vokasi hanya digunakan oleh lulusan dari perguruan
tinggi yang dinyatakan berhak memberikan gelar akademik, profesi atau vokasi.
(4)
Penggunaan
gelar akademik, profesi atau vokasi lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan
dalam bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang
bersangkutan.
(5)
Penyelenggaraan
pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) penyelenggara pendidikan bukan perguruan tinggi yang melakukan
tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikenakan sanksi administratif
berupa penutupan penyelenggara pendidikan.
(6)
Gelar
akademik, profesi, atau vokasi yang dimaksud dalam ayat (2) dinyatakan tidak
sah.
(7)
Ketentuan
mengenai gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Maksud pasal 21
tersebut adalah hanya perguruan tinggi yang mendapat ijin pemerintah saja yang
bisa memberikan gelar akademik, profesi maupun vokasi mahasiswa lulusannya.
Pasal 22
Universitas,
institut dan sekolah tinggi yang memiliki program doctor berhak memberikan
gelar doctor kehormatan (doktor honoris causa) kepada setiap individu yang
layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam
bidang ilmu pengetahuan,teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan atau
seni.
Maksud pasal 22
tersebut adalah pemberian gelar doktor honoris causa hanya boleh diberikan oleh
universitas, institut, dan sekolah tinggi yang mempunyai program doktor.
Pasal 23
(1)
Pada
universitas, institut dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau
profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Sebutan
guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih
aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.
Maksud dari pasal
23 adalah jika universitas, institut atau sekolah tinggi mengangkat seorang
guru besar atau professor harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan sebutan guru besar atau profesor digunakan selama pihak
bersangkutan masih aktif dalam kegiatan perkuliahan.
Pasal 24
(1)
Dalam
penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan
tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi
keilmuan,
(2)
Perguruan
tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat
penyelenggara pendidikan tinggi, penelitian ilmiah dan pengabdian kepada
masyarakat.
(3)
Perguruan
tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya
dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.
(4)
Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan
tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Maksud pasal 24
adalah dalam menyelenggarakan pendidikan perguruan tinggi berhak mengelola
sendiri lembganya dan dalam penyelenggaraan tersebut perguruan tinggi mendapat
sumber dana dari masyarakat untuk mengembangkan lembaganya serta ilmu
pengetahuan agar nantinya bisa mengabdi kepada masyarakat.
Pasal 25
(1)
Perguruan
tinggi menetapkan persyaratan kelulusan untuk memdapatkan gelar akademik,
profesi atau vokasi.
(2)
Lulusan
perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar
akademik, gelar vokasi dan gelar profesi terbukti merupakan jiplakan dicabut
gelar akademiknya.
(3)
Ketentuan
mengenai persyaratan kelulusan dan pencabutan gelar akademik, gelar vokasi dan
gelar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Maksud pasal 25
adalah perguruan tinggi menerapkan persyaratan kelulusan yaitu dengan membuat
karya ilmiahnya sendiri jika terbukti karya ilmiah tersebut adalah jiplakan
maka gelar akademiknya akan dicabut.
Bagian Kelima
Pendidikan Nonformal
Pasal 26
(1)
Pendidikan
nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan
yang berfungsi sebagai pengganti,penambah, dan/ atau pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2)
Pendidikan
nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
profesional.
(3)
Pendidikan
nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia
dini,pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta
pendidikan lain yang ditujukan unyuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
(4)
Satuan
pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok
belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan
pendidikan yang sejenis.
(5)
Kursus
dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal
pengetahuan, ketrampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri,
mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi.
(6)
Hasil
pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan
formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan atau pemerintah daerah
dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
(7)
Ketentuan
mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) , ayat (2) , ayat (3), ayat (4), ayat (5), san ayat (6) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Maksud:
Ø Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan
di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Pendidikan nonformal adalah salah satu layanan atau wadah untuk
mengasah ketrampilan , potensi, dan pengembangan sikap. Strategi itulah yang perlu terus dikembangkan dan dilaksanakan oleh
pendidikan luar sekolah dalam membantu menyediakan pendidikan bagi masyarakat
yang karena berbagai hal tidak terlayani oleh jalur formal/sekolah.
Bagian Keenam
Pendidikan Informal
Pasal 27
(1)
Kegiatan
Pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri.
(2)
Hasil
pendidikan sebagaimanan dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan
formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar
nasional pendidikan.
(3)
Ketentuan
mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagimana dimaksud pada ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Maksud :
Ø Pendidikan informal adalah
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan secara
mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab. Pendidikan
informal dilakukan oleh keluarga maupun lingkungan. Tujuannya untuk memberikan
keyakinan agama, menanamkan nilai budaya, nilai moral, etika dan kepribadian,
estetika serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Homeschooling, sekolah komunitas dan berbagai pendidikan alternatif
berada dalam jalur pendidikan informal. Pendidikan informal memiliki
fleksibilitas yang lebih dari jalur pendidikan lainnya. Juga pada pendidikan
informal, hampir tidak perlu ada anggaran pemerintah yang dikeluarkan,
partisipasi masyarakat sangat kuat pada jalur ini.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Anak Usia Dini
Pasal 28
(1)
Pendidikan
anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2)
Pendidikan
anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal,
nonformal, dan/ atau informal.
(3)
Pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbetuk taman kanank-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain
yang sederajat.
(4)
Pendididkan
anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB),
taman penitipan anak(TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
(5)
Pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga
atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
(6)
Ketentuan
mengenai pendidikan anak usia dini sebagaiman maksud ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4) dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Maksud :
Ø Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Ø Tujuan utama: untuk
membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan
berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan
yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di
masa dewasa.
Ø Tujuan penyerta: untuk
membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Kedinasan
Pasal 29
(1)
Pendidikan
kedinasaan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen
atau lembaga pemerintah nondepartemen.
(2)
Pendidikan
kedinasaan berfungsi meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam pelaksanaan
tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau
lembaga pemerintah nondepartemen.
(3)
Pendidikan
kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
(4)
Ketentuan
mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), ayat
(3), diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Maksud
:
Ø Pendidikan kedinasan diselenggarakan terutama
dalam rangka mengembangkan potensi pegawai negeri dan calon pegawai negeri
untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugas
kedinasan.Merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional.
Ø Pendidikan kedinasan menempati posisi
strategis dalam rangka peningkatan kompetensi SDM (aparatur pemerintahan).
Dalam prakteknya, lembaga pendidikan kedinasan bahkan mampu menjadi pusat
keunggulan (center of exellence).Pendidikan kedinasan yang selain jalur formal
diselenggarakan melalui jalur nonformal merupakan upaya pemenuhan kebutuhan
belajar sepanjang hayat sesuai tuntutan terhadap dinamika pengembangan profesi.
Bagian Kesembilan
Pendidikan Keagamaan
Pasal 30
1)
Pendidikan
keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari
pemeluk agama ,sesuai dengan peraturan perundang-undangan
2)
Pendidikan
keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan /atau menjadi ahli
ilmu agama.
3)
Pendidikan
keagamaaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal,nonformal ,dan
informal.
4)
Pendidikan
keagamaan berbentuk ajaran diniyah,pesantren,pasraman,pabhaja samanera,dan
bentul lain yang sejenis.
5)
Ketentuan
mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat
(1),ayat(2),ayat (3),dan ayat (4)diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Penjelasan :
1)
Setiap
warga negara berhak memeluk agamanya sesuai keyakinan yang dianutnya sesuai
dengan perundang-undangan.
2)
Dengan
adanya pendidikan keagamaan maka masyarakat dapat memahami dan mengamalkan
nilai-nilai agama.
3)
Pendidikan
agama dapat diperoleh melalui pendidikan formal,nonformal maupun informal
4)
Bentuk
ajaran dari pendidikan keagamaan dapat
melalui diniyah,pesantren,pasraman, pabhaja samanera,dan bentul lain yang
sejenis.
5)
Mengenai
ketentuan pendidikan keagamaan pada ayat (1),ayat(2),ayat (3),dan ayat
(4)diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kesepuluh
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 31
1)
Pendidikan
jarak jauh diselenggarakan pada semua jalur,jenjang,dan jenis pendidikan.
2)
Pendidikan
jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
3)
Pendidikan
jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk,modus,dan cakupan yang
didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin
mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
4)
Ketentuan
mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat
(1),ayat (2),dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Penjelasan :
1)
Pendidikan
jarak jauh dapat dilaksanakan padaa semua jalur ,jenjang,dan jenis pendidikan.
2)
Fungsi
dari pendidikan jaraak jauh adalah memberikan layanan pendidikan pada
masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara langsung ataupun
regular.
3)
Dengan
didukung sarana dan layanan belajar dan sistem penilaian yang menjamin mutu
kelulusan sesuai standar nasional.
5)
Penyelenggaran
pendidikan jarak jauh pada ketentuan pada ayat (1),ayat (2),dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kesebelas
Pendidikan Khusus dan
Pendidikan Layanan khusus
Pasal 32
1)
Pendidikan
khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengikuti dalam proses pembelajaran karena kelainan fisik,kecerdasan
emosional,mental,sosial,dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.
2)
Pendidikan
layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau
terbelakang,masyarakat adat yang terpencil,dan/atau mengalami bencana
alam,bencana sosial,dan tidak mampu dari segi ekonomi.
3)
Ketentuan
mengenai pelaksanaan pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat(1) dan ayat(2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Penjelasan :
1)
Pendidikan
khusus diperuntukan untuk peserta didik yang mengalami kelainan fisik,
,kecerdasan emosional,mental,sosial,dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa.
2)
Pendidikan
layanan khusus digunakan bagi peserta didik di daerah terpencil atau
terbelakang,masyarakat adat yang terpencil,dan/atau mengalami bencana
alam,bencana sosial,dan tidak mampu dari segi ekonomi.
3)
Pelaksanaan
pendidikan layanan khusus tertulis pada ayat(1) dan ayat(2) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Di dalam bab V tentang peserta didik di
jelaskan tentang hak dan kewajiban peserta didik. Bahwa peserta didik antara
lain berhak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan agama yang dianutnya,
berhak mendapatkan pendidikan sesuai bakat, minat dan kemampuanya. Peserta
didik juga berhak mendapakan beasiswa bagi orang tuanya yang tidak mampu ,berhak
mendapatkan biaya pendidikan bagi orang tuanya yang tidak mampu dan berhak
menyelesaikan program pendidikanya sesuai kemampuanya.
Sedangkan kewajibanya peserta didik antara
lain menjaga norma-norma pendidikan, ikut menanggung biaya pendidikan, dan bagi
pelajar asing berhak melaksanakan pendidikanya dalam kesatura RI.
Sedangkan di dalam bab VI tentang jenjang,
jalur dan jenis pendidikan yaitu jalur pendidikan merupakan pendidikan formal
dan non formal. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sedangakan untuk jenis pendidikan
mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik profesi,vokasi, keagamaan dan
khusus.
Sedangkan untuk Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudakan dalam
bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan/ atau masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Citra
umbara. 2013. UNDANG-UNDANG RI NO 20 TAHUN 2003. Bandung : Citra Umbara